Penyelenggara Pemilu Minim Media Sosialiasi, Bukti Demokrasi Lampung Tak Capai Target

Lampungku39– Pilkada tahun 2024 meninggalkan pesan bahwa semangat demokrasi masyarakat Lampung telah mengendur.

Hasilnya, pengguna hak pilih provinsi Lampung hanya 65,3 persen sedangkan target yang diinginkan pemerintah ialah sebesar 79,5 persen.

Padahal, total ada 6 juta lima ratus ribu lebih mata pilih dalam pilkada kemarin, dan itu belum termasuk surat suara yang sengaja dirusak.

Fakta menarik dari turunnya partisipasi masyarakat Lampung dalam proses demokrasi ialah dua juta lebih penduduk ternyata tidak berpartisipasi sama sekali dalam pemilihan kepala daerah ini.

Data yang Lampungku39 himpun menyimpulkan bahwa generasi milenial-lah yang mendominasi mata pilih dalam Pilkada tahun 2024 ini. Selain itu, ada lima ratus ribu pemilih pemula.

Bukan tidak mungkin bahwa sebanyak dua juta lebih penduduk Lampung yang tidak menyampaikan hak pilihnya itu adalah mereka yang tergolong milenial dan pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun.

Lampungku39 pernah mengkaji pengetahuan mahasiswa yang tergolong milenial dan pemilih pemula akan pengetahuan mereka terhadap demokrasi, khususnya terhadap penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu.

Hasilnya, Lampungku39 mendapati bahwa sebagian dari mereka belum mengetahui bagaimana berperan dalam demokrasi, semisal memilih dan melaporkan temuan uang politik atau netralitas ASN.

Kemudian pada sejumlah warga umum pun Lampungku39 pernah melakukan kajian yang hasilnya menyimpulkan bahwa hanya segelintir orang yang mengetahui fungsi dari KPU dan Bawaslu.

Mereka bingung harus kemana untuk melaporkan pelanggaran pemilu dan bingung memahami apa itu KPU dalam proses Pilkada kemarin.

KPU dan Bawaslu sangat berperan dalam menjaga proses demokrasi yang berkeadilan, jujur ​​dan tentu saja sangat berpengaruh dalam menjaga serta meningkatkan semangat membangun daerah dalam proses demokrasi, sebagaimana peraturan perundungan-undangan yang berlaku.

Bawaslu dan KPU pun tidak bisa menghindar bahwa mereka sebagai penyelenggara ikut serta menjaga dan meningkatkan partisipasi pemilih dalam proses demokrasi.

Perlu proses kerja jangka panjang dari dua penyelenggara ini, tidak bisa hanya satu tahun sekali ketika mendekati pemilu.

Kerja jangka panjang KPU dan Bawaslu adalah sosialisasi terhadap pemikiran dan sistem kerja dari masing-masing divisi yang ada di dalamnya, sehingga masyarakat tercerdaskan dalam proses demokrasi ini.

Jangan-jangan, masyarakat tidak tahu siapa petugas penyelenggara demokrasi, juga bagaimana masyarakat Lampung dapat memahami bagaimana berpartisipasi dalam demokrasi yang lebih dari sekadar memilih.

Untuk menyelaraskan dan menyebarkan sosialisasi itu, tentu badan penyelenggara pemilu tidak akan mampu bekerja sendiri, maka ada baiknya menggandeng peran serta pers modern agar optimalisasi partisipasi proses demokrasi ini sesuai target.***

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *